indonesiaspicingtheworld.com. Artikel yang ditulis Holbrook dan Hirschman (1982) yang berjudul “The Experiential Aspects of Consumption: Consumer Fantasies, Feelings, and Fun”, membawa perubahan besar terhadap pemasaran.
Sebelum artikel ini terbit, pendekatan pemasaran melihat konsumen dari sudut pandang “theory of the rational consumer”, bahwa konsumen membeli produk karena pilihan rasional atas kebutuhan dan kegunaan sebuah produk.
Ternyata, sebuah pengalaman mengkonsumsi produk dapat menciptakan value simbolik dan value hedonis yang membangkitkan emosi konsumen berupa “fantasies, feelings & fun” (Holbrook dan Hirschman, 1982). Sejak itu, akademisi dan praktisi pemasaran mulai menaruh perhatian terhadap “Experience-Based Marketing”
Jadi, muncullah berbagai istilah terkait “Experience-Based Marketing”, antara lain:
“Experiential Consumption” (Addis & Holbrook, 2001) “Experience Marketing” (Pine & Gilmore, 1998), “Experiential Marketing” (Schmitt, 1999) dan “Brand Experience” (Brakus et al. 2009).
Brakus et al. (2009) menyebutkan “Brand Experience” merupakan respon konsumen berupa kognisi, sensasi, perasaan dan perilaku yang muncul karena adanya stimulus terkait brand.
Stimulus terkait brand bisa berbentuk desain dan identitas merek (nama merek, logo, signage), kemasan, dan komunikasi pemasaran (iklan, brosur, situs Web) dan suasana tempat brand tersebut dijual (toko, even).
Lebih lanjut, Brakus et al (2009) mengungkapkan ada empat faktor utama “Brand Experience”, yakni sensorik, afektif, intelektual, dan perilaku.
Pengalaman sensorik mengacu pada sensasi pada panca indera konsumen (misalnya sentuhan, rasa dan visual), afektif mengacu pada berbagai macam perasaan (misalnya kesenangan, kenikmatan), intelektual mengacu pada pemikiran analitis dan imajinatif (misalnya rasa ingin tahu, penasaran) dan perilaku mengacu pada tindakan (misalnya berolahraga)
Pak Bi dalam “Kitab Bisa Bikin Brand” menyebutkan menciptakan pengalaman dapat dilakukan dengan menerapkan strategi “Sensory Marketing”. Restoran Jepang merupakan contoh bisnis yang menerapkan sensory marketing dengan baik. Mulai dari interior, ornamen hingga suara di dalam restorannya (Subiakto, 2023).
Mau tahu lebih lengkap tentang “sensory marketing”, bisa diperoleh dengan membaca “Kitab Bisa Bikin Brand” atau ikuti serial workshop “Bisa Bikin Brand”.
Nah, bagi pebisnis yang sibuk tapi mau belajar bisa bikin brand, saat ini telah hadir Kitab Bisa Bikin Brand versi “audio book”, jadi belajar brand bisa di mana saja. Coba klik aja http://pakbibaca.in
Lebih lanjut, untuk mendapatkan inspirasi dan insight membangun bisnis yang sustainable dan profitable bisa langsung ke website subiakto.com, indonesiaspicingtheworld.com dan rumahukm.com serta subscribe channel Youtube pak Subiakto di Subiakto Official.
Ini saatnya Indonesia “Membumbui Dunia dengan Produk Lokal Indonesia”
Kreasi Anak Bangsa, Cita rasa untuk Dunia
Cita Rasa Dunia … Indonesia
Penulis: JF Sebayang