Buat kamu yang rutin menyimak postingan Pak Bi di media sosial atau bahkan pernah ikut
workshop beliau, pasti bakal sering banget mendengar istilah red ocean dan blue ocean.
Sebenarnya istilah ini sudah lama banget ada, tapi Pak Bi dengan gaya khasnya sering
menyelipkan kedua istilah ini dengan begitu apiknya sehingga jadi lebih familiar dan mudah
diserap, dan akhirnya nempel begitu aja di kepala. Luar biasa.
Asal-Muasal Konsep Red Ocean dan Blue Ocean
Konsep kedua istilah ini pertama kali dicetuskan oleh Renée Mauborgne dan Chan Kim di
sekitar tahun 2000-an lalu, dimana saat itu mereka merilis sebuah buku dengan judul “Blue
Ocean Strategy”. Buku ini berisi tentang insight dari strategi bisnis yang disebut blue and red
ocean, yang merefleksikan persoalan demand, kompetisi, dan analisis market. Nah, istilah blue
ocean dan red ocean ini sebetulnya refer ke kondisi market yang kontras. Blue ocean adalah
arena baru, red ocean adalah existing industry.
Blue ocean mewakili karakter biru yang tenang, dalam, stabil, dan cerdas. Kalo diterjemahkan
ke bahasa bisnis, blue ocean adalah arena baru yang menantang tapi juga menjanjikan,
dengan banyak peluang di dalamnya.
Sementara red ocean mewakili karakter merah yang kuat, emosional, semangat, benci, cinta,
dan meledak-ledak. Dalam industri, red ocean berarti strong competition dan high tension.
Artinya, di dalamnya bisa terjadi banyak emosi, chaos, pertumpahan darah, dan sebagainya.
Kondisi demikian bukanlah kondisi yang kondusif buat sebuah bisnis.
Pindah dari Red Ocean ke Blue Ocean
Saat kamu udah paham filosofi di balik istilah red ocean dan blue ocean, kamu jadi tahu bahwa
menemukan dan main di arena baru itu bakal menyenangkan. Menyenangkan karena masih
banyak yang bisa dieksplorasi, lebih fokus, nggak perlu senggol sana senggol sini. You are
going to develop a product from scratch, create a new market, and try to do all of it before
everyone did.
Tapi, gak punya kompetitor bukan berarti nggak bakal ada tantangan. Keberadaan kompetitor
sebetulnya bagus buat kamu berkaca dan belajar dari kesalahan. Sementara kalo di blue ocean
kamu nggak punya kompetitor, kamu berarti punya semacam “blank page” yang harus diisi
sendiri semua dari nol. Siap-siap melalui perjalanan panjang membangun brand! Menantang,
tapi mengasyikan, dan tentu saja menguntungkan!
Jadi, semua kembali ke pilihanmu. Mau tetap berdarah-darah di red ocean atau pindah ke blue
ocean dengan seabrek challenge-nya, semua ada konsekuensinya. Yang penting bekal kamu
cukup dan berguru ke ahli yang berpengalaman.
Gabung di workshop Pak Bi bakal kasih kamu banyak insight dan tentu saja kamu bisa belajar
banyak nggak cuma dari teori, tapi dari banyak studi kasus yang jadi portofolio beliau sendiri.
Rajin cek jadwalnya di link bio Instagram @subiakto, ya!
Penulis: Nungki Mayangwangi