Categories
Artikel

CONSUMER BEHAVIOR DI ERA 5.0 DITANDAI DENGAN PERUBAHAN KONSUMEN MENJADI PROSUMEN

Pemerhati perkembangan ilmu komunikasi, media, marketing, dan behavioral science Kris Moerwanto akan berbagi mengenai perubahan consumer behavior di era 5.0, atau era internet pada Webinar Indonesia Spicing The World pada Rabu, 24 Agustus 2022.

 

Sebagai praktisi media massa dengan karier lebih dari 35 tahun, Kris pernah menjalankan berbagai profesi, di antaranya wartawan dan marketer. Bersama dengan Yuswohady, Kris sebelumnya aktif di Komunitas Memberi Indonesia serta akhir-akhir ini sibuk sebagai pemateri untuk workshop tentang perilaku sosial dan praktek bisnis.

 

Kris pertama kali mengenal Pak Subiakto saat menjadi marketer atau “tukang jualan iklan” tahun 2008.

 

“Saat itu nama Subiakto dengan advertising agency Hotline terkenal banget, dan salah satu penyumbang revenue besar untuk tempat saya bekerja waktu itu. Sehingga saya kemudian mencoba untuk kenal lebih jauh, berkunjung ke kantor Hotline, kemudian mengikuti kegiatan Pak Bi. Dari sanalah saya mengenal Pak Bi sebagai sosok pemimpin, pebisnis sukses di dunia advertising, di dunia kreatif, film, hingga akhirnya berlanjut sampai sekarang,” kata Kris.

 

Saat webinar besok, Kris akan menjelaskan mengenai perubahan consumer behavior terkait dengan era Society 5.0, era di mana masyarakat menjadi lebih berkualitas hidupnya, lebih egaliter, serta memiliki kemampuan lebih untuk pemberdayaan. Berdasarkan pengamatan Kris, saat ini sudah ada tanda-tanda perubahan consumer behavior yang disebabkan oleh tiga hal.

 

Pertama, ada perubahan konsumen yang notabene pasif menjadi konsumen aktif atau prosumer, singkatan dari proactive consumer (prosumen; konsumen proaktif). Bisnis tidak lagi sesederhana seperti dulu karena tak lagi berjalan dari hulu ke hilir, tapi sebaliknya: konsumen “menyetir” keinginan atau kebutuhannya kepada penjual. Konsumen tidak hanya mengonsumsi, tapi juga berpartisipasi — hal ini berkaitan dengan faktor kedua yaitu internet of things: user, produk, dan servis semuanya terkoneksi. Contoh mudahnya adalah super app di mana kita bisa memesan makanan, barang, transportasi, ticketing, dan lainnya, hal ini mempengaruhi apa yang diistilahkan oleh Kris sebagai jebakan konten atau jebakan produk.

 

Saat ini, transaksi tidak sesederhana pertukaran uang dan barang, tapi juga pertukaran value berkat adanya interkoneksi antara user, produk, dan servis. Sebagai konsumen, seseorang menjadi menginginkan sesuatu yang ia tidak inginkan sebelumnya. Singkatnya, value creation tercipta karena adanya interkoneksi, bukan lagi karena penciptaan produk.

 

Hal itu mempengaruhi faktor ketiga: regulasi atau peraturan baru mengenai siber atau e-commerce, yang sedang dilakukan oleh berbagai negara termasuk Indonesia demi memberdayakan konsumen, membuat bisnis makin egaliter, dan membuat UKM makin memiliki peluang untuk bersaing. Bagi Kris, hal ini menjadi poin penting untuk berubahnya consumer behavior atau consumer journey.

 

Kris juga menambahkan bahwa ke depannya, keputusan konsumen tidak akan lagi bergantung pada iklan atau website, tetapi E-WOM atau electronic word of mouth dari sesama konsumen. Rekomendasi dan review dari konsumen lain menjadi rujukan konsumen, menjadi standar baru untuk pilihan yang dicari. Cara komunikasi untuk promosi juga berubah dari broadcast menjadi depth-cast, di mana informasi diterima di bawah alam kesadaran kita. 

 

Pesan yang dikomunikasikan juga berubah: bukan sekadar konten, tetapi cue atau pengetahuan, pengalaman, dan engagement dari suatu produk lalu diinformasikan ke konsumen. Komunikannya juga berubah, pembagian audience berbasis cohort atau kesamaan minat dan sifat serta jumlah followers besar tidak begitu penting — hal ini sudah terlihat di fitur close friends di Instagram dan Twitter Circle, misalnya.

 

Kris mengaku bersyukur dilibatkan dalam Indonesia Spicing The World untuk kedua kalinya sejak tahun lalu. Menurutnya, gerakan ISTW yang diinisiasi Pak Bi harus tetap konsisten, karena konsistensi adalah kunci dari segalanya.

 

Bagaimana interkoneksi, partisipasi yang dilakukan Pak Bi dengan melibatkan seluruh audience ISTW juga harus tetap konsisten setiap tahun, sehingga membuat masyarakat luas yang tahun lalu nggak kenal lama-lama menjadi penasaran dengan apa yang dilakukan oleh gerakan ini. 

 

“Terakhir, tetap menjadikan gerakan ISTW sebagai referensi sebagai kebangkitan baru Indonesia,” kata Kris. 

 

“Terbukti kan gerakan yang dilakukan Pak Bi sudah mulai ditiru oleh pihak lain? Tapi karena ‘Spicing The World’ sejak awal sudah punya visi-misi sendiri yang unik, tidak bisa ditiru.”

 

Penulis: Nadia VH

@nadiavetta