Saat ini sedang terjadi perubahan dinamis yang mendorong perusahaan harus tetap kompetitif pada lingkungan bisnis yang belum pernah terjadi sebelumnya. Situasi ini karena adanya pengaruh disrupsi seperti revolusi digital, kemajuan teknologi, perubahan perilaku konsumen, dan pandemi COVID-19. Oleh sebab itu, Brand Owner harus mampu beradaptasi dengan perubahan ini.
Royce Yuen (2021) mengungkapkan ada empat jenis Brand Owner, yakni pertama, tipe Brand Owner yang tidak menyadari dan tidak mengerti pentingnya Branding, lalu tipe dua, Brand Owner yang sadar terhadap Brand tapi tidak begitu mengerti pentingnya Branding. Ada juga jenis Brand Owner menyadari dan memahami pentingnya branding tetapi memilih tidak berinvestasi secara konsisten dalam membangun Brand. Terakhir, jenis Brand Owner yang menyadari pentingnya Brand dan berkomitmen untuk membangun Brand dan akhirnya menjadi Leader dalam kategori mereka. Bagi Brand Owner tipe terakhir, Yuen mengucapkan “Welcome To The Age Of Disruption.”
Yuen menggunakan dua konsep untuk menjelaskan disrupsi, yaitu “Disruptive Innovation” dan “Creative disruption”. Clayton Christensen (1995) menciptakan istilah “Disruptive Innovation” untuk menggambarkan produk-produk sederhana dan mudah diakses yang akhirnya dapat mengancam perusahaan yang sudah mapan dan terus bergerak tanpa henti untuk memenuhi kebutuhan pelanggan mainstream. Sedangkan, Jean-Marie Dru (1992) memperkenalkan “Creative disruption” sebagai pola pikir dan pendekatan untuk menjungkirbalikkan konvensi budaya dan pasar sehingga dapat membentuk tren masa depan.
Perspektif “Disruptive Innovation” melihat disrupsi sebagai tantangan sehingga harus dilakukan langkah antisipasi sedangkan “Creative disruption” memandang disrupsi sebagai strategi menciptakan masa depan. Jean-Marie Dru (2019) mengutarakan telah terjadi pergeseran makna tentang disrupsi. Perkembangan dunia bisnis telah mengubah maknanya, saat ini orang menggunakan kata disrupsi untuk menggambarkan perusahaan startup yang menawarkan harga produk yang lebih rendah melalui teknologi baru (Jean-Marie Dru, 2019).
Padahal, makna awal disrupsi sebagai sebuah metode untuk membantu perusahaan untuk menemukan kembali cara berpikir inovasi untuk mengubah cara perusahaan berpikir tentang pasar dan bisnis mereka secara keseluruhan.
Jean-Marie Dru (2019) mengemukakan disrupsi sebagai metodologi terdiri dari tiga langkah praktis, yakni Convention, Vision, and Disruption . Pada langkah pertama kita harus menantang kesepakatan (convention) cara berpikir dan bertindak yang telah ada termasuk ide dan kebiasaan yang telah mengakar sebelumnya. Kritik terhadap konvensi akan memunculkan visi bagi perusahaan dan Brand untuk menentukan masa depannya. Selanjutnya kita menciptakan disrupsi untuk mengubah konvensi menjadi visi (Jean-Marie Dru, 2019).
Lebih lanjut Pak Bi melengkapi konsep Jean-Marie Dru tentang metode Disrupsi. Pak Bi mengemukakan bahwa kita dapat melakukan disrupsi tanpa melakukan inovasi pada produk. Tapi cukup melakukan “Brand Disrupsi” dengan membuat pesaing tidak relevan di benak konsumen. Pak Bi juga menyampaikan ada 6 hal yang harus diperhatikan untuk melakukan “Brand Disrupsi” yaitu BIG IDEA, UNIQUE, NEW CATEGORY, NEW RULES, BARRIER TO ENTRY DAN TIPPING POINT.
Bagi alumni Bisa Bikin Brand ataupun Magnet Branding yang bersemangat dan berkomitmen dalam membangun Brand untuk menciptakan bisnis yang berkelanjutan dan mampu beradaptasi terhadap era disrupsi, maka Workshop “Brand Disruption” menjadi pilihan yang tepat. Segera daftarkan diri Anda di Workshop Offline Eksklusif di Hotel Ritz Carlton tanggal 20 Desember 2022.
Ini saatnya Indonesia “Membumbui Dunia dengan Brand Origin Indonesia”
Kreasi Anak Bangsa, Cita rasa untuk Dunia
Cita Rasa Dunia … Indonesia
Silakan subcribe channel Youtube pak Subiakto di Subiakto.official untuk mendapatkan inspirasi dan insight dalam membangun bisnis yang sustainable dan profitable.
Penulis: JF Sebayang