“Wow”, munkin menjadi respon spontan saat membaca artikel hasil riset yang dilakukan Hokky Situngkir, Ardian Maulana, dan Rolan M. Dahlan tentang makanan tradisional Indonesia yang dipublikasi dengan judul “A Portrait of Diversity In Indonesian Traditional Cuisine” bisa dilihat pada http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.2703706 , karena artikel ini menyajikan betapa besarnya potensi keberagaman makanan khas Indonesia.
Apalagi kalau informasi ini dihubungkan dengan ide Pak Bi tentang “Cross Branding” yang memanfaatkan kekuatan “Komunal Brand” untuk lebih kurang 4.444 desa yang ada di Indonesia, ini berarti kita bisa memiliki lebih kurang 4.444 Produk Brand makanan berbasis desa yang authentic, locality dan traceablity.
Hal yang menarik dari temuan Hokky Situngkir, dkk dari 30.000 resep masakan yang dikumpulkan secara partisipatif di Perpustakaan Digital Budaya Indonesia http://www.budaya-indonesia.org diperoleh gambaran bahan paling banyak dalam makanan Indonesia yaitu. bawang merah, bawang putih, cabai, jeruk nipis, jahe, lada, kelapa dan kunyit

“Branding itu diawali dari THINK BIG. Hanya dengan THINK BIG, kita bisa melahirkan BIG IDEA. BIG IDEA sebaiknya SINGLE IDEA agar focus dan cepat diingat. SINGLE IDEA harus UNIQUE. (Subiakto, 2014)

Temuan Hokky Situngkir, dkk bahwa makanan khas Indonesia sebagian besar bahan bakunya menggunakan bawang, maka gagasan membangun 4.444 Brand makanan berbasis desa yang authentic, dan locality, perlu mempertimbangkan kemampuan penyediaan bahan baku bawang, apalagi sampai saat ini Indonesia masih bergantung impor untuk memenuhi kebutuhan bawang putih.
Oleh sebab itu, ketersedian bahan baku bawang merah dan bawang putih menjadi faktor penting dan sekaigus menjadi “pekerjaan rumah” untuk mewujudkan Produk Brand Makanan Khas Indonesia yang berbasis desa yang authentic, locality dan traceablity.
Ini saatnya INDONESIA “Membumbui Dunia dengan MAKANAN KHAS INDONESIA ”