Alvin Toffler menciptakan istilah “prosumer” dalam buku karyanya The Third Wave (1980) yang memuat perjalanan perkembangan hubungan antara produsen dan konsumen. Pada periode gelombang pertama, orang mengonsumsi apa yang mereka produksi sendiri karena pada periode ini aktivitas orang masih pada sektor pertanian. Kemudian perkembangan teknologi menciptakan revolusi industri sehingga melahirkan pembagian kerja antara produsen dan konsumen. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi menyebabkan peran produsen dan konsumen akan mulai kabur dan menyatu.
Cikal bakal kelahiran “prosumer” bermula dari inovasi di bidang farmasi pada tahun 1970-an dengan penemuan alat tes kehamilan yang menciptakan perilaku konsumen “Do-It-Yourself”, kemudian diikuti dengan munculnya gagasan “Self Care” sehingga setiap orang lebih mandiri secara medis, maka muncullah beberapa alat test dan pemeriksaan kesehatan sehingga konsumen bisa memeriksa kesehatannya sendiri sehingga tidak bergantung kepada dokter dan laboratorium.
Perkembangan inovasi juga terjadi di sektor perbankan dengan menghadirkan perbankan elektronik sehingga pelanggan bisa melayani diri sendiri “Self Service” dan semakin menghilangkan peran teller dalam industri perbankan. “Self Service” mendorong konsumen semakin masuk ke dalam proses produksi.
Selain itu, sektor manufaktur juga mengalami perkembangan dengan kehadiran komputer sehingga pelanggan bisa ikut terlibat dalam proses produksi mulai dari ide hingga desain produk. Pada sektor manufaktur mulai bergeser dari menghasilkan produk massal menjadi produk customizable, produk yang dibuat sesuai dengan kebutuhan dan selera konsumen.
Toffler juga menyebutkan pada era third wave kehidupan masyarakat akan berbasis teknologi tinggi sehingga memungkinkan orang bekerja dari rumah (Work from Home). Teknologi membuat kita dapat memproduksi barang atau jasa untuk penggunaan kita sendiri sekaligus memperoleh pendapatan dari produk yang kita produksi atau jasa yang kita tawarkan.
Don Tapscott melanjutkan gagasan tentang prosumer dalam bukunya The Digital Economy (1995) yang menyatakan dalam ekonomi baru perbedaan antara konsumen dan produsen semakin kabur karena produksi massal digantikan oleh kustomisasi massal (Mass Customization). Produsen harus menciptakan produk spesifik sesuai dengan persyaratan dan selera konsumen. Selain itu tercipta sektor industri baru yang merupakan hasil konvergensi industri komputasi, komunikasi, dan konten yang akan mengubah cara kita melakukan bisnis, bekerja, bermain, hidup, dan bahkan berpikir. Perkembangan teknologi membawa masyarakat ke era partisipasi dan kolaborasi.
Age of Participation Call them the “Weapons of Mass Collaboration.” (Don Tapscott & Anthony Williams, 2006).
Konvergensi komputasi, komunikasi dan konten memungkinkan ribuan individu dan produsen kecil untuk bersama-sama menciptakan produk, mengakses pasar, dan melayani pelanggan dengan cara yang hanya dapat dikelola oleh perusahaan besar di masa lalu. Situasi ini memunculkan kemampuan kolaboratif dan model bisnis baru yang akan memberdayakan perusahaan yang sudah siap dan menghancurkan mereka yang gagal menyesuaikan diri.
Pada peringatan 3 tahun “Indonesia Spicing the World” menghadirkan Kris Moerwanto sebagai pembicara dengan materi “Manfaatkan Traffic Online” yang berisi insight bagaimana cara berbisnis dengan memanfaatkan perilaku prosumer dan membangun jejaring kolaborasi untuk membangun bisnis di era online.

Pelaku UMKM yang dapat memanfaatkan perilaku prosumer yang terhubung (connected) yang membentuk jejaring (networking effect) akan menghasilkan bisnis yang growth, scale-up dan sustainable .
Materi mas Kris Moerwanto lengkapnya dapat disaksikan di sini.
Ini saatnya Indonesia “Membumbui Dunia dengan Brand Indonesia”
Kreasi Anak Bangsa, Cita rasa untuk Dunia
Cita Rasa Dunia … Indonesia
Silahkan susbcribe channel Youtube Pak Bi untuk mendapatkan inspirasi dan insight dalam membangun bisnis yang sustainable dan profitable.