“Let’s Celebrate the End Of Digital Marketing. Let’s Focus on Creating the Great Ideas That Move People and Build Great Brands” (Marc Pritchard, 2013)
Pritchard (2018) mengemukakan telah terjadi “Disrupt mass marketing” dengan meningkatnya pemblokiran terhadap iklan dan pendekatan mass one to one marketing sehingga pendekatan mass marketing tidak lagi relevan pada era digital marketing. Oleh sebab itu, Disruptive Brand Building memainkan peran besar di masa depan (Jean-Marie Dru, 2019) sehingga pemasar harus mampu berinovasi untuk meningkatkan value bagi perusahaan.
Pemasaran dan inovasi ibarat dua sisi dari mata uang, satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan (Jean-Marie Dru, 2019). Jean-Marie Dru mengutip pernyataan Peter Drucker (1954) yang mengemukakan “tujuan bisnis untuk menciptakan pelanggan sehingga perusahaan hanya memiliki dua fungsi, yakni pemasaran dan inovasi. Lebih lanjut, Jean-Marie Dru menyebutkan disrupsi yang menjembatani kesenjangan antara pemasaran dan inovasi sehingga pemasaran mampu meningkatkan Brand Value.
Jean-Marie Dru (2019) mengutarakan telah terjadi pergeseran makna tentang disrupsi, dua puluh tahun yang lalu, istilah disrupsi berhubungan erat dengan metodologi. Namun, perkembangan dunia bisnis telah mengubah maknanya, saat ini orang menggunakan kata disrupsi untuk menggambarkan perusahaan startup yang menawarkan harga produk yang lebih rendah melalui teknologi baru (Jean-Marie Dru, 2019). Oleh sebab itu, Jean-Marie Dru mengajak untuk kembali ke makna awal disrupsi sebagai sebuah metode untuk membantu perusahaan menemukan kembali cara berpikir inovasi untuk mengubah cara perusahaan berpikir tentang pasar dan bisnis mereka secara keseluruhan.
Disrupsi sebagai metodologi terdiri dari tiga langkah praktis, yakni Convention, Vision, and Disruption (Jean-Marie Dru, 2019). Pada langkah pertama kita harus menantang kesepakatan (convention) cara berpikir dan bertindak yang telah ada termasuk ide dan kebiasaan yang telah mengakar sebelumnya. Kritik terhadap konvesi akan memunculkan visi bagi perusahaan dan Brand untuk menentukan masa depannya. Selanjutnya kita menciptakan disrupsi untuk mengubah konvesi menjadi visi (Jean-Marie Dru, 2019).
Disrupsi secara luas meliputi tiga level, yang secara ilustrasi seperti lingkaran irisan bawang. Pada lingkaran paling dalam berupa produk; kemudian model bisnis; dan tepi luar pemasaran dan periklanan (Jean-Marie Dru, 2019). Jean-Marie Dru memberi contoh: mobil listrik merupakan disrupsi inovasi pada tingkat produk, sedangkan iTunes, Amazon, Ikea, dan Airbnb merupakan disrupsi pada model bisnis. Selain itu, Southwest Airlines dan Body Shop merupakan bentuk disrupsi marketing serta Old Spice dan Red Bull merupakan disrupsi periklanan. Jean-Marie Dru melihat disrupsi secara luas dan berlaku pada berbagai tingkatan bukan hanya fokus pada pengembangan produk semata. Lebih lanjut Pak Bi melengkapi konsep “metode Disrupsi” Jean-Marie Dru dengan menyampaikan “kita dapat melakukan disrupsi tanpa melakukan inovasi pada produk”.
Pak Bi menyampaikan cukup dengan melakukan “Brand Disrupsi” dengan membuat pesaing tidak relevan di benak konsumen. Ada 6 hal yang harus diperhatikan untuk melakukan “Brand Disrupsi” pada produk dan bisnis kita, yaitu BIG IDEA, UNIQUE, NEW CATEGORY, NEW RULES, BARRIER TO ENTRY DAN TIPPING POINT (lengkapnya disampaikan pada workshop Brand Distruption)
Bagi pelaku usaha yang tertarik membangun Disruptive Brand, silahkan untuk mengikuti serial workshop “Branding Marketing Selling”, “Magnet Branding” dan “Brand Distruption”
Ini saatnya Indonesia “Membumbui Dunia dengan Brand Made in Indonesia”
Kreasi Anak Bangsa, Cita rasa untuk Dunia
Cita Rasa Dunia … Indonesia
Silakan subscribe channel YouTube Pak Bi untuk mendapatkan inspirasi dan insight dalam membangun bisnis yang sustainable dan profitable.