Categories
Artikel

MEMBANGUN ICONIC BRANDING

Setiap produk inovasi biasanya bermula dari ‘fitur yang hebat’ yang menciptakan antusiasme ‘crowd’ early adopter (Moore, 1991). Namun penyebaran produk inovasi seringkali mengalami discontinue (terputus) pertumbuhan konsumen karena biasanya berhenti pada early adopters dan tidak berhasil ‘melompat’ ke early majority. Inilah yang membedakan produk inovasi yang sukses dengan yang gagal (Moore, 1991).

Hal ni menjadi tantangan bagi Airbnb seperti yang disampaikan Nancy King (Airbnb) “Airbnb membangun produk yang hebat dan banyak orang yang menyukainya. Tapi lebih banyak lagi orang yang tidak menginginkan produk Airbnb karena mereka takut dengan yang kami lakukan. Hambatan Airbnb bukanlah masalah yang dapat diselesaikan pada tingkat produk, tapi berkaitan erat dengan emosional. Airbnb harus mengatasi masalah perilaku yang membuat orang tidak nyaman.(sumber: https://www.fastcompany.com/40407506/what-airbnb-has-discovered-about-building-a-lasting-brand). Every brand faces that moment when they have to cross the chasm (Neil Barrie, 2017).

Langkah yang dilakukan Airbnb untuk mampu cross the chasm dengan menciptakan Iconic Branding Airbnb. Neil Barrie (TBWA\Chiat\Day) menyebutkan ada lima karakteristik Iconic Branding, yakni mudah dikenali secara visual, memiliki universal value proposition, berhubungan dengan budaya, menawarkan nilai yang mewakili sesuatu dan membangun emosional dengan konsumen. Inilah yang dilakukan Airbnb dengan menciptakan kampanye Brand dengan menawarkan layanan kepada orang-orang ketika berada di tempat tertentu sehingga merasa seperti tinggal di sana.

Airbnb mengeluarkan iklan dengan misi “Create a world where anyone can belong anywhere.” Kampanye Brand dengan menggunakan iklan “Don’t go to Paris. Don’t tour Paris dan pada akhir iklan menawarkan kepada audiens untuk “Live in Paris” (Jean-Marie Dru, 2019). Airbnb yang tidak memiliki aset berwujud (ruang/kamar yang disewakan) maka kampanye iklan harus value proposition pada aset yang tidak berwujud yang paling berharga, yaitu BRAND (Jean-Marie Dru, 2019). Pendekatan Iconic Branding pertama kali dikemukakan Holt (2003) yang menyatakan pendekatan “Mind Share”  pikiran konsumen secara individu  memiliki keterbatasan sehingga Brand harus masuk ke dunia budaya dan masyarakat. Dalam pandangan Holt, Brand akan bersaing dengan produk budaya populer lainnya (film, buku, musik, televisi, olahraga, video game) sehingga pengelola Brand harus membuat cerita yang mudah dikenali dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. 

Pendekatan “Culture Sharedengan menciptakan mitos yang berupa cerita sederhana dan spesial tentang produk dan cara mengkonsumsi produk dengan karakter dan plot yang menarik (Holt, 2003). Holt mengungkapkan sebuah Brand menciptakan mitos melalui iklan, yang mendorong konsumen membeli produk untuk mengkonsumsi mitos yang terkandung dalam produk tersebut. Misalnya Kopiko – “Gantinya Ngopi”, berkisah tentang produk (permen) yang menawarkan konsumen bisa tetap produktif meski mata terasa ngantuk.

Pak Bi pada “Workshop Brand Disruption” menyampaikan pelaku usaha bisa melakukan disrupsi tanpa melakukan inovasi pada produk produk namun cukup melakukan “Brand Disrupsi” dengan membuat pesaing tidak relevan di benak konsumen. Pak Bi menyampaikan ada 6 hal yang harus diperhatikan untuk melakukan  “Brand Disrupsi” yaitu  BIG IDEA, UNIQUE, NEW CATEGORY, NEW RULES, BARRIER TO ENTRY DAN TIPPING POINT (lengkapnya disampaikan pada workshop Brand Distruption).

Bagi pelaku usaha yang tertarik membangun Disruptive Brand,  silahkan untuk mengikuti serial workshop “Branding Marketing Selling”, “Magnet Branding” dan “Brand Distruption”

Ini saatnya Indonesia “Membumbui Dunia dengan Brand Made in Indonesia

Kreasi Anak Bangsa, Cita rasa untuk Dunia

Cita Rasa Dunia … Indonesia

Silakan subscribe channel YouTube Pak Bi untuk mendapatkan inspirasi dan insight dalam membangun bisnis yang sustainable dan profitable.