Dari kata “Disrupsi” sudah terbayang emosi yang diciptakannya “takut, khawatir, cemas”. Disrupsi selalu mengganggu zona nyaman pelaku usaha mainstream karena disrupsi mengubah aturan main yang berlaku di pasar. Namun, Jean-Marie Dru (2019) menyebut untuk membangun masa depan kita harus melakukan perubahan dengan melakukan inovasi disegala bidang dengan menggunakan imajinasi dan berpikir serta bertindak secara kreatif. Perubahan hanya dapat tercapai dengan menemukan solusi yang belum terdengar sebelumnya, kita menyebutnya “disruption” (Jean-Marie Dru, 2019). Oleh sebab itu, Jean-Marie Dru (2019) mengucapkan “Thank you for disrupting” kepada orang-orang yang telah menciptakan disrupsi untuk menciptakan dunia yang lebih baik.
Jean-Marie Dru (2019) menulis buku “Thank you for disrupting” untuk mengulas 25 orang yang berpengaruh menciptakan disrupsi yang menemukan pendekatan inovatif yang radikan untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi dunia saat ini. “Thank you for disrupting” terdiri dari lima bagian yang mengulasi aspek disrupsi, yakni: Disruptive Company Leadership, Disruptive Business Thinking, Disruptive Corporate Culture, Disruptive Brand Building dan Disruptive Social Purpose.
Disruptive Company Leadership mengungkap pemimpin perusahaan yang menolak untuk menyesuaikan diri dengan berpikir dan bertindak secara kaku. Mereka ini adalah pemimpin perusahaan yang memiliki jiwa yang bebas dan tidak dibatasi pemikiran yang konvensional. Orang-orang ini adalah pemimpin dengan visi yang jelas, memiliki kompetensi teknis dan memiliki kapasitas untuk membuat keputusan dengan cepat. Jean-Marie Dru (2019) menyebut Disruptive Company Leadership, yakni Steve Jobs, Jeff Bezos, Herb Kelleher, Bernard Arnault, Zhang Ruimin, dan Jack Ma.
Disruptive Business Thinking memuat tiga penulis bisnis yang merupakan pemikir ‘Disruption’. Pertama, Jim Collins dengan salah satu judul bukunya “Good to Great” yang menjadi salah satu buku bisnis terlaris sepanjang masa. Kedua, Clayton Christensen, dengan bukunya “The Innovator’s Dilemma” yang menjadi rujukan tentang disrupsi inovasi. Ketiga, Jedidiah Yueh, seorang wirausahawan startup yang memiliki pemahaman mendalam tentang dunia digital dengan menulis essai berjudul “Disrupt or Die.”
Disruptive Corporate Culture mengungkap perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan caranya sendiri, menarik dan yang terbaik. Sergey Brin & Larry Page (Google) dan Patty Mccord (Netflix) menjadi pilihan untuk Disruptive Corporate Culture.
Disruptive Brand Building mengungkap orang-orang yang melawan dogma lama: “Product and brand were inseparable. One brand, one product. One product, one brand” (Jean-Marie Dru, 2019). Brand tidak lagi sama dengan produk, secara perlahan Brand memberikan nilai pada dirinya sendiri, bahkan diatas nilai produk. Coca-Cola menjadi lebih dari sekadar minuman ringan, Levi’s lebih dari sekadar celana jins, Nike lebih dari sekadar sepatu lari (Jean-Marie Dru, 2019). Bahkan lebih jauh, Brand teleh menjadi aset perusahaan.
Studi yang dilakukan pada perusahaan S&P 500, menunjukkan aset tidak berwujud melebihi nilai aset berwujud mereka, hal ini menegaskan bahwa “Brand” menyumbang lebih dari 30 persen dari nilai pasar saham perusahaan-perusahaan ini (Jean-Marie Dru, 2019). Jean-Marie Dru (2019) menyebut Disruptive Brand Building, yakni Marc Pritchard, Brian Chesky, Lee Clow, Oprah Winfrey dan Arianna Huffington.
Disruptive Social Purpose mengungkap tentang kesadaran sosial para pemimpin perusahaan. Kita hidup di dunia dengan tanggungjawab sosial yang beragam sehingga setiap ide yang lahir dan inisiatif yang baru yang menjanjikan dunia yang lebih baik seperti yang dilakukan Paul Polman, Emmanuel Faber dan Marc Benioff & Suzanne Dibianca.
Jean-Marie Dru (2019) melalui Thank you for disrupting” mengajak kita untuk melihat disrupsi bukanlah sesuatu yang menakutkan sehingga harus dihindari. Namun, disrupsi merupakan proses yang kita lakukan untuk berinovasi bukan hanya untuk menciptakan produk yang lebih baik tapi juga memberikan manfaat bagi masyarakat untuk dunia yang lebih baik.

Oleh sebab itu, Pak Bi menyelenggarakan Workshop “Brand Distruption” bagi pelaku usaha sehingga mampu menciptakan produk dan bisnis yang mampu “men-disrupsi” dengan membuat pesaing tidak relevan.
Ini saatnya Indonesia “Membumbui Dunia dengan Brand Made in Indonesia”
Kreasi Anak Bangsa, Cita rasa untuk Dunia
Cita Rasa Dunia … Indonesia
Silakan subscribe channel YouTube Pak Bi untuk mendapatkan inspirasi dan insight dalam membangun bisnis yang sustainable dan profitable.