Kesinambungan dan pertumbuhan ekonomi berasal dari sektor perdagangan dan industri karena adanya inovasi yang dilakukan entreprenuer (Schumpeter, 1934). Entreprenuer melakukan inovasi dengan mengkombinasikan produk, pasar, metode/proses, sumber bahan baku dan organisasi yang baru untuk menghasilkan laba (entrepreneurial profit) dengan prinsip monopoli yang akan mendorong pembangunan ekonomi (Schumpeter, 1934). Meski inovasi mampu memberikan keuntungan monopoli bagi pelaku usaha, namun Schumpeter mengingatkan bahwa inovasi memiliki sifat ganda, yaitu pelaku usaha dapat memperoleh keuntungan monopoli saat produknya baru (bersifat sementara) dan sekaligus dapat mengalami kerugian saat produknya telah usang digantikan produk terbaru (jika tidak mampu melakukan perubahan produk). Oleh sebab itu, pelaku usaha harus terus melakukan inovasi untuk mempertahankan dan menjaga keberlangsungan produk dan bisnis mereka.
Memang sebuah inovasi yang menyebar dengan cepat dan diterima konsumen secara luas dapat memberikan keuntungan yang besar bagi perusahaan. Namun, kenyataannya sebuah inovasi menyebar secara lambat dan kadang malah sulit tidak diterima konsumen (Rogers, 2003). Pengamatan Everret Roger pada komunitas petani di Carrol (Iowa) yang menunda mengadopsi ide-ide baru yang dapat menguntungkan mereka selama beberapa tahun, membuatnya tertarik terhadap adopsi inovasi. Hasil studi Everret Rogers terhadap adopsi inovasi ditulis dalam “Diffusion of Innovations” tahun 1962, yang mengungkapkan ada empat elemen difusi inovasi, yaitu (1) inovasi (2) saluran komunikasi, (3) waktu dan (4) sistem sosial.
Waktu menjadi salah satu faktor penting dalam difusi inovasi, yang berkaitan erat dengan (1) kapan seorang individu membuat keputusan (menerima atau menolak) sebuah inovasi, (2) perbandingan tingkat penerimaan setiap orang terhadap inovasi (relatif awal/terlambat mengadopsi inovasi) dan (3) tingkat adopsi inovasi (innovativeness) dalam suatu sistim sosial dalam jangka waktu tertentu. Tingkat adopsi inovasi merupakan ukuran sejauh mana individu mengadopsi ide-ide baru dibanding anggota lain dari suatu sistem sosial (komunitas), yang dikelompokkan menjadi (1) innovators, (2) early adopters, (3) early majority, (4) late majority, dan (5) laggards (Rogers, 2003).
Sebuah produk baru hasil inovasi membutuhkan umpan balik dari sekelompok kecil ‘visionary customers’ yang akan memberikan umpan balik kepada pelaku usaha untuk meningkatkan kualitas produk yang sedang dikembangkan (Blank, 2013). Oleh sebab itu, pelaku usaha sebaiknya memiliki “Earlyvangelists” yaitu sekelompok konsumen pembeli awal dan menyebarkan informasi yang baik tentang produk yang mereka gunakan. “Earlyvangelists” merupakan kelompok early adopters yang bersedia mengambil risiko untuk mencoba produk atau layanan yang baru dan memiliki uang untuk membelinya (will to pay).

Begitu pentingnya pemahaman “kategori adopsi konsumen” bagi pelaku usaha sehingga Pak Bi mengajarkan “Adoption Category” di Workshop Magnet Branding dan bagi yang berminat memperdalam Ilmu Branding bisa belajar di Workshop “Brand Distruption” yang akan diselenggarakan tanggal 16-19 Februari 2022. Bagi yang berminat segera mendaftar ke biolink IG @subiakto atau langsung ke https://branddisruption.id
Ini saatnya Indonesia “Membumbui Dunia dengan Brand Made in Indonesia”
Kreasi Anak Bangsa, Cita rasa untuk Dunia
Cita Rasa Dunia … Indonesia
Silakan subscribe channel YouTube Pak Bi untuk mendapatkan inspirasi dan insight dalam membangun bisnis yang sustainable dan profitable.