Categories
Artikel

KLASTER, KOMUNAL BRAND DAN INDIKASI GEOGRAFIS

Bank Indonesia dalam “Laporan Perekonomian Indonesia tahun 2020” menyatakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berperan penting dalam mendukung bauran kebijakan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sektor keuangan, sekaligus upaya nasional untuk mendukung transformasi ekonomi menuju Indonesia Maju.

Peran strategis UMKM dalam perekonomian Indonesia berkontribusi terhadap penciptaam lapangan pekerjaan sebesar 116,97 juta orang (sebesar 97% dari total tenaga kerja 120,598 juta orang), pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 61,07%, dan penciptaan modal tetap/investasi sebesar 60,42%. (Rencana Strategis Kementerian Koperasi dan UKM 2020-2024)

Oleh sebab itu, Bank Indonesia merumuskan Strategi Nasional Pengembangan UMKM yang berlandaskan tiga pilar utama yang meliputi (1) penguatan korporatisasi, (2) peningkatan kapasitas, dan (3) akses pembiayaan untuk mewujudkan UMKM yang berdaya saing untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif (Bank Indonesia, Laporan Perekonomian Indonesia 2020).

Penguatan korporatisasi merupakan upaya meningkatkan skala ekonomi dan/atau nilai tambah melalui penguatan kelompok UMKM (klasterisasi) yang memiliki usaha sejenis, saling melengkapi dan/atau berkaitan, dengan kesamaan lokasi dan/atau kepentingan.

Klasterisasi merupakan konsep yang merujuk pandangan Porter (2008) yang menyatakan bahwa klaster industri merupakan pendekatan alternatif untuk meningkatkan daya saing industri di suatu daerah. Pendekatan ini fokus pada pengembangan rantai nilai tambah (add value chain) mulai dari industri hulu hingga hilir, yang melibatkan berbagai kegiatan bisnis yang luas.  Sebuah  klaster dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain faktor budaya, sosial dan sejarah, tingkat pendidikan pemilik usaha, ketersediaan infrastruktur, komposisi pelaku usaha.

Oleh sebab itu, Pak Bi menyarankan untuk meningkatkan daya saing terhadap produk dari negara lain terutama produk negara dari Kawasan ASEAN yang produknya cenderung sama dengan produk UMKM Indonesia, maka pelaku UMKM harus membangun Komunal Brand yang berbasis Indikasi Geografis.

Komunal Brand selain menciptakan pelanggan bagi produk UMKM juga akan menghasilkan “Tribes Evangelist” yang akan membela produk-produk UMKM. Indikasi Geografis akan memberikan banyak keuntungan bagi pelaku UMKM selain memberikan ikatan yang kuat dengan komunitas juga memberikan keunikan yang tidak bisa dimiliki kompetitor lain.

Begitu besarnya potensi keunggulan Indikasi Geografis untuk memberikan keunikan pada Produk UMKM, maka Pak Bi menyelenggarakan Workshop “Cross Branding” sebuah strategi yang memadukan produk UMKM dengan kekuatan dan keunikan daerah (kota, wilayah, geografis) sehingga menciptakan produk “Unique, Relevant dan Meaningful”

Pada tahun 2020  tercatat lebih kurang 94 produk yang terdaftar memiliki Indeks Geografis, namun belum dikelola secara optimal untuk menjadi produk unggulan Indonesia. Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan. (Sumber : https://dgip.go.id/pengenalan-indikasi-geografis)

Oleh karena itu, pak Bi mendirikan Rumah UKM dan BukanAkademi (partner Rumah UKM dibidang Edukasi) tahun 2014 sebagai sarana memperkuat pelaku UMKM untuk belajar “Bisnis dan Brand” sehingga mampu memanfaatkan kekayaan Indonesia berupa Indikasi Geografis dengan melakukan Cross Branding.

Ini saatnya Indonesia “Membumbui Dunia dengan Brand Made in Indonesia