“Regions Don’t Grow Old; Products Do” (Hekman,1979)
Perekonomian dapat tumbuh pesat karena ditopang oleh sejumlah Usaha Kecil Menengah (UKM) yang disebut dengan (Community Based Industry) (Kuncoco, 2000), hal ini berdasarkan pengalaman sentra Industri Skala Kecil dan Industri Sjala Menengah di beberapa negara Barat, khususnya Italia (Becattini, 1990).
Hal ini sejalan dengan langkah Bank Indonesia yang menempatkan strategi penguatan UMKM melalui korporatisasi UMKM yang merupakan upaya meningkatkan skala ekonomi dan/atau nilai tambah melalui penguatan kelompok UMKM (klasterisasi) yang memiliki usaha sejenis, saling melengkapi dan/atau berkaitan, dengan kesamaan lokasi dan/atau kepentingan.
Antony Potter dan Dough Watts (2011) menyebutkan meskipun penghematan anglomerasi (Agglomeration Economies) memberikan keuntungan bagi pelaku usaha karena adanya tiga keunggulan ekonomi aglomerasi: yaitu (1) tersedianya tenaga kerja terampil lokal, (2) adanya hubungan yang erat dengan pemasok lokal, dan (3) adanya limpahan pengetahuan lokal, namun dari sudut pandang Evolutionary agglomeration theory bahwa penghematan anglomerasi memiliki dua sisi, yaitu meningkatkan keuntungan perusahaan atau malah menurunkan keuntungan. Hal ini bergantung pada siklus hidup sektor industri.
Oleh sebab itu, Antony Potter dan Dough Watts (2011) mengembangkan Model Agglomeration Life Cycle (ALC) untuk menggambarkan bagaimana perusahaan mendapatkan keuntungan dari Agglomeration Economies dari dari waktu ke waktu, dan bagaimana siklus hidup industri mengubah keuntungan Agglomeration Economies menjadi beban bagi pelaku usaha. Model Agglomeration Life Cycle (ALC) terdiri dari empat fase, yaitu (1) Embryonic agglomeration, (2) Growth agglomeration, (3) Mature agglomeration dan (4) Decline agglomeration.
Antony Potter dan Dough Watts (2011) berupaya menjelaskan bahwa siklus hidup industri memainkan peran penting terhadap perubahan perusahaan, sektor industri, aglomerasi, dan keuntungan akan diperoleh (meningkat atau menurun) sehingga pelaku usaha perlu beradaptasi pada perubahan yang terjadi pada siklus hidup sebuah industri.
Salah satu upaya pelaku UMKM untuk mampu beradaptasi dengan perubahan siklus hidup sebuah sektor industry melalui Cross Branding dengan menciptakan Komunal Brand yang berbasis Indikasi Geografis sehingga terbentuk pelanggan yang setia (Brand Loyalty) dan sekaligus menghasilkan “Tribes Evangelist” yang akan membela produk-produk UMKM.
Oleh karena itu, Pak Bi mendirikan Rumah UKM dan BukanAkademi (partner Rumah UKM dibidang Edukasi) tahun 2014 sebagai sarana memperkuat pelaku UMKM untuk belajar “Bisnis dan Brand” sehingga mampu memanfaatkan Indikasi Geografis yang merupakan kekayaan Indonesia yang tidak dimiiliki negara lain.
Ini saatnya Indonesia “Membumbui Dunia dengan Brand Made in Indonesia”