Categories
Artikel

INFLUENCER MARKETING BERBASIS PELANGGAN

Saat Google memuat pernyataan perubahan algoritma “Search Engine”-nya pada 4 Desember 2009 yang akan mengubah dunia digital secara fundamental menuju era personalisasi (Eli Pariser, 2011). Lebih lanjut, Cass Sustein (2017) mengemukakan personalisasi ini membuat setiap orang memilih film, game permainan, olahraga, belanja, dan berita sesuai keinginan kita dengan bantuan filter internet, bahkan setiap orang bisa merancang koran dan majalah kita sendiri. Technology has Greatly Increased People’s Ability to ‘Filter’  What They Want to Read, See, and Hear. (Cass Sustein, 2017).

Disamping itu, teknologi juga menghadirkan fitur untuk memblokir iklan, sehingga menuntut pemasar berubah agar dapat bertahan di era “mass disruption” (Marc Pritchard, 2018).

Teknologi mengubah pendekatan terhadap periklanan, beralih dari interruption marketing“  menjadi “permission marketing” (Seth Godin, 1999). Godin (1999) menyebutkan “permission marketing” merupakan pendekatan pemasaran yang bersifat personal, relevan dengan yang diminati prospek (calon pelanggan) dan orang-orang menantikan informasi dari Anda. Lebih lanjut,  Joel Backaler (2018) mengemukakan “permission marketing” melahirkan terbentuknya influencer marketing yang menitikberatkan pada rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) dari teman yang terpercaya.

Disamping itu, perkembangan internet dan teknologi memberikan jangkauan rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) menjadi lebih luas melalui jaringan virtual “onetomany(Backaler, 2018).

Sebuah akun di media sosial mampu menjangkau ribuan hingga jutaan follower menjadi kekuataan pendekatan influencer marketing. Namun, memiliki pengikut online yang besar tidak serta merta sebuah akun menjadi influencer (Backaler, 2018). Menurut Backaler (2018), seorang dianggap influencer karena telah dikenal pada sebuah komunitas tertentu dan mampu  mempengaruhi tindakan anggota komunitas tersebut.

Malcolm Gladwell  dalam bukunya  “The Tipping Point” menyebut individu yang mampu  memicu reaksi berantai dari mulut ke mulut. Gladwell (2000) menyebutnya Maven, orang yang memiliki  kemampuan untuk menyampaikan ide dan konsep baru. Maven merupakan tipikal orang yang suka berbagi pengetahuan yang bermanfaat kepada orang lain.

Kemajuan teknologi informasi membawa kita bertransisi dari era interruption marketing (pemasar sengaja mengganggu aktivitas orang untuk menanamkan pesan ke alam bawah sadar mereka) menuju era influencer marketing (pemasaran melalui berita dari mulut ke mulut (word of mouth) dan komunitas), The days of “interruption marketing“ through disruptive ads are ending—people want to learn from trusted peers, not faceless companies.(Backaler, 2018).

Oleh sebab itu, Pak Bi pada Workshop “Branding Marketing Selling” memperkenalkan transisi dari era fokus produk hingga fokus pada brand advocate. Pada era Brand Advocate, pelaku usaha menggunakan pendekatan influencer marketing melalui berkolaborasi dengan pelanggan.

Bagi pelaku usaha yang tertarik dengan pendekatan influencer marketing berbasis pelanggan (Brand Advocate), silahkan untuk mengikuti serial workshop “Branding Marketing Selling”, “Magnet Branding” dan “Brand Distruption”

Ini saatnya Indonesia “Membumbui Dunia dengan Brand Made in Indonesia

Kreasi Anak Bangsa, Cita rasa untuk Dunia

Cita Rasa Dunia … Indonesia

Silakan subscribe channel YouTube Pak Bi untuk mendapatkan inspirasi dan insight dalam membangun bisnis yang sustainable dan profitable.