Para pemimpin kota dan tokoh masyarakat semakin menyadari bahwa ada hubungan langsung antara citra atau reputasi sebuah kota dengan daya tarik sebagai tempat untuk dikunjungi, tinggal, berinvestasi, dan belajar (Baker, 2011). Oleh sebab itu, kota-kota berupaya menunjukkan keunggulan kompetitif dengan mengadopsi teori branding untuk membangun citra positif yang kuat di benak publik.
Namun, menurut Jean-Noël Kapferer (2011) dalam “Paris as a Brand” seringkali pemerintah kota tidak menyadari sebuah Brand merupakan perpaduan nilai tangible dan intangible asset. Saat kota Paris kalah melawan London untuk menjadi tuan rumah Olimpiade 2012, Bertrand Delanoë, Walikota Paris, menyatakan kami memiliki “produk” yang lebih baik tetapi ‘Brand Image‘ Paris tidak seseksi London (Kapferer, 2011) .
Dalam kasus Paris, yang dilakukan walikota hanya menciptakan slogan yang bagus. Bagi banyak walikota Branding merupakan proses ‘find me a good logo and slogan’(Kapferer, 2011). Lebih lanjut, Kapferer mengemukakan semua walikota bermimpi untuk mencapai dampak dan kesuksesan slogan New York. Meskipun slogan dan logo New York dibuat untuk kantor pariwisata Kota New York, namun warga New York telah menggunakan ‘I Love New York‘ sebagai milik mereka. Salah satu kekuatan utama slogan New York, yakni slogan tersebut menciptakan hubungan dengan konsumen untuk mengkomunikasikan keunggulan kota New York.
Menurut Kapferer, slogan yang baik untuk sebuah kota harus datang dari dalam, yang mengungkapan identitas Brand dan dibuat untuk penghuninya (warga kota). Slogan harus mengungkapkan rasa memiliki, kebanggaan, dan kedekatan simbolis antara warga dan kotanya.
Pak Bi dalam Workshop “Cross Branding” menyebutkan ada dua kesalahan pemerintah kota dalam menerapkan City Branding. Pertama, kalau sudah membuat slogan, logo, simbol dan berbagai komunikasi media lain, maka kegiatan Branding sudah selesai. Kedua, Branding itu merupakan hak pregorative pemerintah daerah sehingga komunikasinya dilakukan dengan pendekatan “top down”. Padahal Brand terjadi bila anda membuat “Janji yang ditepati” dan menciptakan hubungan emosi yang kuat dengan konsumen.
Pak Bi menyebutkan City Branding merupakan suatu proses atau kegiatan membangun dan membentuk Brand (persepsi) dan identitas suatu kota agar mempermudah pemangku kota memperkenalkan kotanya kepada khalayak tersebut sehingga menstimulasi kunjungan wisatawan dan masuknya investasi. Oleh sebab itu, Pak Bi menyebutkan langkah penting membangun Brand dengan menemukan DNA-Core Value-Add Value-Positioning sehingga jelas persepsi yang ingin diciptakan di benak konsumen.
Bagi pemerintah kota dan pengelola tempat (destinasi) yang tertarik menemukan “DNA-Core Value-Add Value-Positioning” untuk lokasi yang sedang dikelola, silahkan mendaftar di Workshop Offline Eksklusif “BISA BIKIN BRAND” tanggal 28-29 Juni 2022 melalui biolink @subiakto atau https://magnetbranding.id/bisabikinbrand/
Ini saatnya Indonesia “Membumbui Dunia Pesona Kota-Kota di Indonesia”
Kreasi Anak Bangsa, Cita rasa untuk Dunia
Cita Rasa Dunia … Indonesia
Silakan subcribe channel Youtube pak Subiakto, untuk mendapatkan inspirasi dan insight dalam membangun bisnis yang sustainable dan profitable.
Ini saatnya Indonesia “Membumbui Dunia Pesona Kota-Kota di Indonesia”
Kreasi Anak Bangsa, Cita rasa untuk Dunia
Cita Rasa Dunia … Indonesia