Makanan Indonesia selain menggunakan tiga bumbu dasar, yaitu bumbu dasar merah, bumbu dasar putih dan bumbu dasar kuning, Rima Sjoekri dalam “Senirasa” menyebutkan ada juga Bumbu Arab yang terdiri dari rempah kering beraroma antara lain jintan, kapulaga, kayumanis dan cengkeh.
Penny Van Esterik (2008) menyebutkan salah satu bagian terpenting sejarah makanan Asia Tenggara adanya interaksi dengan pedagang dari TIongkok, India, Arab dan Eropa yang mencari dan menggunakan rempah-rempah. Pada masa itu, rempah-rempah merupakan komoditas yang paling menguntungkan karena mudah disimpan, dikirim, dan dijual di sejumlah pelabuhan dengan harga dengan harga yang sangat tinggi, dan digunakan sebagai mata uang universal.
Rempah telah menciptakan “masakan global pertama” di Roma pada masa sebelum Masehi. Ketika perekonomian Romawi menurun pada abad pertama Masehi, kemudian pedagang Arab mengambil alih perdagangan yang menyebar ke seluruh wilayah dari India hingga Cina dan Asia Tenggara menjadi wilayah stategis karena berada tengah-tengah jalur perdagangan rempah-rempah.
Kemudian pedagang Arab memasok rempah-rempah ke Eropa dan Venesia mendominasi perdagangan rempah-rempah pada abad kesembilan melalui jalur darat yang dikenal dengan “jalur sutra” di Asia Tengah.
Van Esterik (2008) mendeskripsikan masakan Asia Tenggara merupakan pedas, asam, asin, dan manis. Rasa ini terbentuk karena adanya kearifan lokal dalam menggunakan campuran rempah-rempah dalam bumbu masakan. Rempah-rempah menjadi bagian yang tidak bisa dilepaskan dari masakan Asia Tenggara. Bumbu kering seperti cengkeh, pala dan kayu manis berperan lebih besar dalam membumbui masakan Malaysia dan Indonesia.
Adanya kemiripan produk dengan Negara di Kawasan ASEAN, sehingga Pak Bi menyarankan untuk meningkatkan daya saing dengan produk Negara tetangga ini, dengan menggunakan kearifan lokal dan indikasi geografis.
Komunal Brand membentuk pelanggan bagi produk UMKM dan juga menciptakan “Tribes Evangelist” yang akan membela produk-produk UMKM. Begitu besarnya potensi keunggulan Indikasi Geografis untuk memberikan keunikan pada Produk UMKM, maka Pak Bi menyelenggarakan Workshop “Cross Branding” sebuah strategi yang memadukan produk UMKM dengan kekuatan dan keunikan daerah (kota, wilayah, geografis) sehingga menciptakan produk “Unique, Relevant dan Meaningful”
Oleh karena itu, pak Bi mendirikan Rumah UKM dan BukanAkademi (partner Rumah UKM dibidang Edukasi) tahun 2014 sebagai sarana memperkuat pelaku UMKM untuk belajar “Bisnis dan Brand” sehingga mampu memanfaatkan kekayaan Indonesia berupa Indikasi Geografis dengan melakukan Cross Branding.
Ini saatnya INDONESIA “Membumbui Dunia dengan BUMBU REMPAH CITARASA INDONESIA