The Principal Economic Goal of A Nation is To Produce a High and Rising Standard of Living for Its Citizens. . (Michael Porter, 1990)
Michael Porter menyatakan tujuan perekonomian suatu Negara untuk meningkatkan taraf hidup warga negaranya. Oleh sebab itu, sebuah negara harus memiliki keunggulan kompetitif secara nasional yang terkonsentrasi pada industri tertentu sehingga mencerminkan keunggulan kompetitif yang spesifik dan berbeda.
Porter menyebutkan Value yang digunakan dalam menganalisis posisi keunggulan sebuah perusahaan. “Value” dalam perspektif persaingan dimaknai sebagai “kesediaan konsumen untuk membayar produk yang dihasilkan perusahaan kepada mereka”
Value diukur berdasarkan total pendapatan, yang mencerminkan harga produk dan jumlah unit yang dapat dijualnya. Perusahaan memperoleh keuntungan, jika Value melebihi biaya produksi.
Peter Thiel (2014) menekankan jika ingin menciptakan dan mendapatkan Value yang bertahan lama, maka jangan membangun sebuah bisnis dengan komoditas yang tidak memilki keistimewaan. Value yang unik akan menempatkan perusahaan dalam pasar monopolistik, sehingga perusahaan dapat menguasai pasar sendirian sehingga dapat menetapkan harga dengan pertimbangan memaksimalkan laba.
Thiel membuat ilustrasi sisi negatif dari persaingan sempurna, “Bayangkan Anda mengelola sebuah restoran dan tidak memillki perbedaan dengan pesaing, maka anda harus berjuang untuk bertahan hidup. Langkah yang anda lakukan dengan menawarkan makanan dengan harga murah dengan marjin rendah, sehingga anda hanya akan mampu membayar upah karyawan dengan harga serendah-rendahnya”. Oleh sebab itu, Thiel menyarankan bagi pelaku bisnis untuk keluar dari pasar persaingan sempurna, dan mulai membangun bisnis di pasar monopolistic.
Cerita Peter Thiel seolah-olah menggambarkan situasi yang terjadi pada pelaku usaha di Indonesia, yang melibatkan pelaku usaha mikro berkisar 98,68% dari seluruh pelaku usaha di Indonesia yang menyerap tenaga kerja sebesar lebih kurang 116 juta orang.
Thiel menyebutkan setiap monopoli itu unik, dan keunikan itu merupakan kombinasi antara teknologi yang dilindungi hak paten, jaringan (networking), skala ekonomis (economics of scale) dan Branding.
Branding memiliki peran yang besar untuk menciptakan pasar yang monopolistik, oleh sebab itu Pak Bi menyarankan kepada pelaku UMKM untuk memiliki produk yang unik, DNA yang jelas sehingga bisa menetapkan harga Premium.
Bagi pelaku UMKM yang berminat membangun Bisnis yang memilki keunggulan kompetitif sehingga dapat menciptakan pasar monopolistik, Pak Bi mendirikan Rumah UKM dan BukanAkademi (partner Rumah UKM dibidang Edukasi) tahun 2014 sebagai sarana belajar “Bisnis dan Brand” sehingga pelaku usaha memperoleh pemahaman tentang Brand secara benar sekaligus membangun Bisnis yang “Profitable, Growth dan Sustainable”.
Sebuah langkah kecil untuk menciptakan pelaku UMKM yang mampu berkontribusi untuk mensejahterakan pekerjanya yang akan berdampak meningkatkanya taraf hidup masyarakat Indonesia.
Ini saatnya Indonesia “Membumbui Dunia dengan Brand Indonesia”