Categories
Artikel

SUDAH PUNYA LOGO, KOQ ENGGA LAKU?

Statistik Kekayaaan Intelektual memperlihatkan adanya kenaikan permohonan pendaftaran merek dari 46.298 permohonan tahun 2015 menjadi 76.347 permohonan tahn 2020 (Sumber: Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, 2020). Kenaikan ini memperlihatkan meningkatnya kesadaran pelaku usaha untuk mendaftarkan merek untuk mendapatkan perlindungan secara hukum atas merek yang mereka gunakan.

Kondisi ini seiring dengan semangat “UMKM Naik Kelas”, sehingga pelaku UMKM mulai membenahi produk yang mereka produksi mulai dari desain merek hingga kemasan yang menarik untuk meningkatkan penjualan. Menariknya, beberapa konsultan Brand menggunakan contoh Starbuck dan Apple sebagai contoh untuk meyakinkan pelaku UMKM bahwa pentingnya membenahi “Brand Identity” produk UMKM sehingga  bisa menjual lebih banyak dan lebih mahal. Jadi, tidak heran kalau beberapa pelaku UMKM bertanya “sudah punya nama merek dan logo, koq engga laku juga?”.

Fenomena pelaku UMKM yang sudah bikin nama merek dan logo tapi tidak mempengaruhi penjualan karena tidak mendapat informasi yang utuh tentang pendekatan Identitas pada Brand. Peter Behrens seorang ‘Artistic Consultant’ tahun 1907 memperkenalkan konsep sederhana, yaitu:  “produk, desain, dan komunikasi harus mengekspresikan satu identitas terpadu”. Oleh sebab itu Behrens menciptakan produk, logo, materi iklan, dan publikasi perusahaan dengan desain yang konsisten dan terpadu. Pemikiran Behren ini menjadi landasan konsep “Identity menjadi bagian integral dari pemasaran.” (Heding, Knudtzen and Bjerre, 2020)

Periode akhir 1980-an dan awal 1990-an, menjadi periode Manajemen Brand dengan pendekatan identitas (identity approach).  Ada empat aspek dalam manajemen Brand dengan pendekatan identitas, yaitu : corporate identity, organizational identity, image dan reputation.

Corporate identity dan organizational identity menjadi aspek internal perusahaan. Corporate identity menggambarkan elemen visual dan strategi Brand identity, sedangkan organizational identity menggambarkan budaya dan perilaku organisasi. Image dan reputation menjadi aspek eksternal yang berkaitan dengan stakelholder perusahaan (konsumen, investor, pemasok, karyawan, dll). Image merupakan persepsi jangka pendek yang dirasakan oleh konsumen, sedangkan reputasi merupakan Brand Image jangka panjang yang terbentuk oleh konsumen.

Dari konsep manajemen Brand dengan pendekatan identitas, sebuah nama merek dan logo hanya satu dari elemen Brand Identity dan harus terintegrasi dengan tiga elemen lainnya yaitu organizational identity, image dan reputation. Heding, Knudtzen and Bjerre (2020) menyebutkan isu yang menjadi tantangan dalam membangun Brand Identity, yaitu adanya kesenjangan antara image dan organizational identity terutama saat  terjadi karyawan tidak memenuhi janji (brand promise) sehingga mengecewakan harapan konsumen.

Bagi pelaku usaha kecil dan menengah yang “Ingin Naik Kelas” menjadi Korporasi, Pak Bi dan Pak Budi Isman menyiapkan materi pembelajaran tentang BRAND dan BISNIS berdasarkan pengalaman  mereka mengelola brand-brand besar dalam  workshop “No Brand, No Bisnis

Ini saatnya Indonesia “Membumbui Dunia dengan Brand Indonesia

Kreasi Anak Bangsa, Cita rasa untuk Dunia

Cita Rasa Dunia … Indonesia

Silakan subcribe channel YouTube Pak Bi untuk mendapatkan inspirasi dan insight dalam membangun bisnis yang sustainable dan profitable.