Categories
Artikel

THE ECONOMICS OF BEAUTY : “CANTIK, ALAMI, SEHAT, DAN HALAL”

Sejak kita mulai mengenali wajah kita dalam cermin, sejak itulah kita memperhatikan penampilan kita.  Inilah yang membuat manusia modern terobsesi dengan kecantikan sehingga menghabiskan waktu dan uang untuk memperbaiki penampilan kita. (Hamermesh, 2011).

Hamermesh (2011) juga menyebutkan rata-rata suami di Amerika Serikat menghabiskan tiga puluh dua menit pada hari-hari biasa untuk berpakaian, dan berdandan, sedangkan rata-rata istri menghabiskan empat puluh empat menit. 

Pada tahun 2008, rata-rata rumah tangga Amerika menghabiskan $718 untuk pakaian wanita dan anak perempuan; $427 untuk pakaian pria dan anak laki-laki; $655 untuk pakaian bayi, alas kaki, serta produk dan layanan pakaian lainnya; dan $616 untuk produk dan layanan perawatan pribadi. Pengeluaran untuk penampilan ini mencapai kira-kira $400 miliar dan hampir 5 persen dari semua pengeluaran konsumsi rumah tangga dalam setahun.

Kebiasaan menjaga penampilan diri tidak hanya terjadi di negara barat, tapi juga pada negara-negara berpenduduk Muslim. Laporan “State of the Global Islamic Economy Report” tahun 2019-2020 menyebutkan masyarakat Muslim menghabiskan US $2,2 triliun pada 2018 pada sektor makanan, farmasi, kosmetik dan gaya hidup yang sejalan dengan prinsip Islam.  

Pengeluaran masyarakat Muslim uang untuk kosmetik diperkirakan mencapai $64 miliar pada tahun 2018 dan diperkirakan akan mencapai $ 95 miliar pada tahun 2024

Kosmetik halal merupakan produk yang terbuat dari bahan yang sesuai dengan syariat Islam. Kandungan kosmetik yang bebas dari unsur binatang yang diharamkan dan yang disembelih tidak sesuai dengan tuntunan Islam. Komoditas itu harus diproduksi dan diproses menggunakan alat yang tidak tercampur oleh zat yang tidak sesuai dengan syariat. (Sumber : Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, “Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024”).

Meningkatnya pasar kosmetik halal menjadi peluang bagi Indonesia karena memiliki kekayaan sumber daya biofarmaka yang merupakan salah satu bahan baku untuk kosmetik. Saat ini terdapat 66 jenis biofarmaka khas Indonesia (berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006) yang potensial menjadi bahan baku produk kosmetik yang alami, sehat, dan halal (Natural, Healthly & Halal).

Kekayaan keragaman biofarmaka ini merupakan potensi untuk meningkatkan pertumbuhan Industri Kosmetik Indonesia. Data Kementerian Perindustrian, menunjukkan Industri kosmetik nasional mengalami pertumbuhan 20 persen atau empat kali lipat dari pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2017. Industri kosmetik di dalam negeri bertambah sebanyak 153 perusahaan pada tahun 2017 dan 760 perusahaan pada tahun 2018.

Disamping itu, Indonesia memiliki tradisi ramuan untuk merawat tubuh dan kecantikan, baik dari dalam (berupa jamu yang diminum) dan dari luar (berupa masker wajah dan lulur). Lulur tradisi warisan budaya Indonesia terbuat dari rempah-rempah dan tepung yang teksturnya kasar yang digunakan dengan dioleskan dan digosok perlahan-lahan ke seluruh tubuh. 

Ramuan tradisi perawatan tubuh dan kecantikan ini akan membuat produk kosmetik Indonesia memiliki keunikan, manfaat dan keaslian khas Indonesia sehingga diharapkan mampu bersaing di pasar kosmetik halal.

Bagi pelaku UMKM yang berminat masuk ke Industri Kosmetik Halal, hal yang perlu menjadi perhatian “Tidak Cukup Bilang Halal”, namun harus ada pembuktian terhadap janji yang disampaikan. 

Oleh karena, Halal berkaitan erat dengan “Keyakinan” dan keyakinan hanya bisa terbangun melalui “Kepercayaan (Trust).” Inilah pentingnya membangun Brand Kosmetik Halal yang mengangkat ramuan tradisi kecantikan khas Indonesia.

Ini momen yang tepat bagi pelaku UMKM membangun Brand Kosmetik Halal, Produk Otentik Indonesia, karena ini saatnya Indonesia “Membumbui Dunia dengan Kosmetik Halal Khas Indonesia”