Kunyit (Curcuma domestica Val ) merupakan tanaman obat (biofarmaka) telah lama dikenal sebagai bahan ramuan obat tradisional yang biasa digunakan untuk mengatasi gatal-gatal. kesemutan, gusi bengkak, sakit perut, encok, antidiare, dan penawar racun.
Tanaman kunyit memiliki tinggi sekitar 1 meter dan bunganya muncul dari pucuk batang semu dengan panjang sekitar 10 – 15 cm dan berwarna putih. Umbi akarnya (rimpang) berwarna kuning tua, berbau wangi aromatis dan rasanya sedikit manis.
Rimpang kunyit sudah lama dikenal sebagai tanaman obat yang memiliki efek farmakologis hepatoprotektor (melindungi sel-sel hati dan memperbaiki jaringan hati) karena mengandung kurkuminoid, yang terdiri atas senyawa kurkumin dan turunannya.
Kunyit menempati urutan kedua produksi tanaman obat (biofarmaka) Indonesia dengan luas panen sebesar 7.481,40 hektar, setelah Jahe dengan luas panen sebesar 10.205,03 hektar pada tahun 2018 (BPS, Statistik Tanaman Biofarmaka Indonesia 2018).
Sebaran wilayah produksi kunyit terbesar pada tahun 2018, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Bengkulu. Wilayah ini menjadi daerah potensial pengembangan produk-produk herba berbahan baku kunyit.
Kunyit asam merupakan salah satu bentuk pemanfaatan kunyit yang populer di masyarakat. Minuman ini menggunakan dua jenis bahan baku kunyit dan asam jawa yang dipercaya memiliki manfaat untuk kesehatan, antara lain meningkatkan daya tahan tubuh, meredakan nyeri haid, mengurangi rasa nyeri akibat peradangan pada sendi.
Kunyit bagian dari potensi kekayaaan Indonesia di sektor Industri Tanaman Obat, hal penting yang baiknya kita lakukan seperti yang diungkapkan Pak Bi, “Bukalah pikiran seluas-luasnya untuk mengambil posisi terdepan”
Keberagaman kekayaan Biofarmaka Indonesia juga membuka peluang keberagaman produk berbahan baku Biofarmaka, mulai makanan/minuman, kosmetik dan fitofarmaka.
Ini saatnya Indonesia “Membumbui Dunia dengan Fitofarmaka Tradisi Budaya Indonesia”