Categories
Artikel

RASANYA MENGGUGAH SELERA

Southeast Asian Cuisine has been Described as A Balance of Hot, Sour, Salty, and Sweet.
(Penny Van Esterik, 2008)

Van Esterik (2008) meggambarkan masakan Asia Tenggara berupa keseimbangan antara pedas, asam, asin, dan manis. Perpaduan rasa ini karena adanya campuran rempah-rempah dalam bumbu masakan yang tersedia secara lokal.  Gambaran Van Esterik tentang cita rasa makanan Asia Tenggara memperkuat gambaran von Holzen & Arsana (2006) yang mendeskripsikan makanan khas Indonesia berupa nasi dengan lauk gurih yang dilengkapi dengan sambal dan kerupuk. Makanan Khas Indonesia identik dengan Sambal dengan sensasi hangat dan pedas yang menggugah selera makan.

“A typical Indonesian meal might be described as a simple mound of rice accompanied by several savory side dishes of vegetable, fish or perhaps a meat or poultry dish, with a chili-hot condiment or sambal on the side and peanuts, crispy wafers (krupuk) and fried shallots sprinkled on top to provide a crunchy contrast. (Heinz von Holzen & Lother Arsana, 2006).

Sambal menjadi bagian yang tidak  bisa dilepaskan dari masakan di Indonesia. Hokky Situngkir menyebutkan  dari 30.000 resep masakan yang dikumpulkan secara partisipatif di Perpustakaan Digital Budaya Indonesia http://www.budaya-indonesia.org terdapat lebih kurang 100 jenis sambal dan saus se-nusantara.

Kondisi ini menyebabkan Indonesia membutuhkan ketersediaan produksi cabai yang relatif banyak untuk memenuhi kebutuhan sektor rumah tangga dan industri makanan dan restoran. Produksi cabai besar tahun 2020 mencapai 1,26 juta ton. Konsumsi cabai besar  sektor rumah tangga sebesar  60,25% dari total konsumsi cabai besar yang mencapai  549,48 ribu ton pada tahun 2020 (BPS, 2021).

Laporan BPS (2021) menyebutkan daerah produksi  cabai besar adalah Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Jawa Tengah. Jawa Barat berkontribusi sebesar 21,05% terhadap produksi nasional dengan produksi mencapai 266,01 ribu ton dan luas panen 18,27 ribu hektar. Sumatera Utara berkontribusi sebesar 15,33% dengan produksi mencapai 193,86 ribu ton dan luas panen 18,52 ribu hektar. Jawa Tengah berkontribusi sebesar 13,15% dengan produksi mencapai 166,26 ribu ton dan luas panen 22,59 ribu hektar.

Pak Bi kerap mengingatkan produk Indonesia relatif mirip dengan Produk Negara Tetangga di Regional ASEAN karena memiliki kesamaan secara historis dan sosial budaya. Oleh sebab itu, Pak Bi menyarankan agar produk Indonesia memiliki keunggulan daya saing maka harus menciptakan produk berbasis DNA, terutama DNA berbasis Tradisi yang menjadi kekayaan Indonesia.

Ini saatnya Indonesia “Membumbui Dunia dengan Bumbu Masakan Tradisi Indonesia ”