Riset Populix (2022) yang termuat dalam “The Social Commerce Landscape in Indonesia” menyebutkan 86% responden pernah berbelanja melalui media sosial. TikTok Shop (45%) WhatsApp (21%), Facebook Shop (10%), dan Instagram Shop (10%) menjadi platform yang paling sering digunakan untuk berbelanja untuk membeli pakaian (61%), produk kecantikan (43%), dan makanan dan minuman (38%).
Popularitas media sosial semakin meningkat sebagai sarana berbelanja, karena umumnya platform ini menyediakan fitur “Like”, “Share” dan “Comment” bagi pengguna untuk berbagi informasi dan rekomendasi produk dengan teman-teman mereka (Liang, et.al, (2011). Oleh sebab itu, Marsden & Chaney (2013) menyebutkan salah satu rahasia berjualan di social commerce yakni bermain dengan “impulse purchasing”.
Impulse purchasing merupakan pembelian secara spontan karena adanya dorongan secara emosional. Menariknya, 40% pembelian produk merupakan hasil dorongan emosional yang tidak direncanakan sebelumnya (Marsden & Chaney, 2013).
Oleh sebab itu, Marsden & Chaney (2013) menganjurkan bagi yang tertarik berjualan melalui social commerce sebaiknya menjual produk yang bisa memicu “impulse purchasing”, yaitu:
– Produk yang menawarkan value bagus
– Produk yang membuat kita merasa baik
– Produk yang membuat kita terlihat baik
Umumnya konsumen saat berbelanja menggunakan prinsip value maximization, yakni mendapatkan produk berkualitas dengan harga yang terjangkau (murah). Jadi, jangan heran kalau melihat orang mendadak beli produk yang sebenarnya tidak dibutuhkan saat itu, hanya karena melihat harga produk tersebut ditawarkan lebih murah dibanding yang mereka bayangkan.
Disamping memenuhi kebutuhan fisik, kita juga juga mencari produk yang mampu memenuhi kebutuhan emosional. Sebuah produk yang membuat kita merasa lebih baik. Produk yang membuat ”kita merasa baik” sering disebut sebagai hedonic goods, sebuah produk yang menawarkan kesenangan, fantasi, dan kegembiraan (Marsden & Chaney, 2013)
Selain produk yang membuat kita merasa nyaman dan mendapatkan value produk yang luar biasa, dorongan “impulse purchasing” juga mencakup pembelian yang membuat kita terlihat baik di mata orang lain. Jadi, kita juga membutuhkan produk yang memiliki symbolic value dan social utility yang bisa menyampaikan kepada orang lain “siapa diri kita.” Produk yang membuat kita terlihat menonjol atau memperlihatkan simbol status sosial (Marsden & Chaney, 2013).
Bagi pelaku usaha yang ingin sukses di social commerce harus mampu menyusun strategi marketing yang tepat. Caranya dengan menggunakan berbagai pilihan strategi marketing:
Marketing 1.0 – Product Centric
Marketing 2.0 – Consumer Centric
Marketing 3.0 – Customer Identity
Marketing 4.0 – Community Base
Community Based
Evangelist
Tribes
Bagi yang tertarik, buruan daftar Workshop Offline Ekslusif “Bisa Bikin Brand” tanggal 16-17 Mei 2023 di biolink @subiakto atau hubungi pak Kasim 085223944575 untuk keterangan workshopnya
Ini saatnya Indonesia “Membumbui Dunia dengan Produk Lokal Indonesia”
Kreasi Anak Bangsa, Cita rasa untuk Dunia
Cita Rasa Dunia … Indonesia
Silahkan subscribe channel Youtube pak Subiakto di Subiakto Official untuk mendapatkan inspirasi dan insight dalam membangun bisnis yang sustainable dan profitable.
Penulis: JF Sebayang