Categories
Artikel

BUKAN SEKEDAR TESTIMONI

Saat ini  terjadi “Disrupt mass marketing” dengan meningkatnya pendekatan mass one to one marketing dan konsumen bisa memblokir iklan yang tidak mereka inginkan  (Pritchard, 2018).  Pritchard mengungkapkan kondisi ini membuat pendekatan mass marketing tidak lagi relevan pada era digital marketing. Oleh sebab itu, pemasar harus mampu berinovasi untuk meningkatkan value bagi perusahaan.

Pada situasi ini kehadiran ilmu ekonomi perilaku memberikan jalan keluar bagi pemasar untuk merancang strategi pemasaran dengan memanfaatkan bias kognitif konsumen. “Marketing smarter” doesn’t just mean using your brain; it means using your customer’s brain too!” (Dooley, 2012)

Beberapa konsep ekonomi perilaku yang banyak digunakan untuk merancang dan memasarkan produk, yakni: Choice architecture, Heuristic, Anchoring, Framing, Endowment effect, Habit, Halo effect, Herd behavior, Loss aversion, Mental Accounting, Pain of paying,  Scarcity, Social Proof, dan Trust.

Kepercayaan (Trust) merupakan hal yang umum di masyarakat. Kepercayaan (Trust)  merupakan hal yang dibutuhkan dalam dalam persahabatan, cinta, keluarga, organisasi dan Meskipun teori ekonomi neoklasik menunjukkan bahwa kepercayaan pada orang asing merupakan bentuk tidak rasional, namun trust dapat kita amati secara luas di seluruh masyarakat. (Behavior Economic Guide, 2014).

Bukti perilaku dan biologis menunjukkan bahwa  mempercayai bukan semata-mata dalam pengambilan risiko, tetapi lebih didasarkan pada bentuk preferensi sosial  (Fehr, 2010). Kepercayaan meningkat ketika individu lebih dekat secara sosial, tetapi menurun ketika berasal dari kelompok sosial yang berbeda, seperti kebangsaan atau ras. Lebih jauh lagi, individu dengan status tinggi ditemukan mampu memperoleh kepercayaan yang lebih besar pada orang lain (Glaeser et al., 2000).

Inilah celah yang dapat dimanfaatkan pemasar untuk melibatkan orang yang terpercaya untuk bercerita tentang produk. Otak manusia telah berevolusi untuk belajar tentang bahaya dan penghargaan di lingkungan mereka melalui cerita pengalaman pribadi dan berkomunikasi dengan orang yang mereka percaya  (Dooley, 2012).

Kita bisa amati infomersial yang sukses selalu menyertakan kisah sukses pribadi yang diceritakan oleh individu itu sendiri. Cerita infomersial biasanya memberikan banyak detail. Berawal dari situasi individu sebelum menggunakan produk dan perasaan yang dialami orang tersebut. Kemudian berlanjut dengan cerita pengalaman pertama saat menggunakan produk tersebut, dan hasil yang diperoleh di luar harapan yang bikin WoW. Cerita detail ini tanpa disadari menstimulasikan otak dan menciptakan persepsi dalam benak pendengar Selain itu cerita berupa testimoni ini merupakan merupakan bentuk bukti sosial (Dooley, 2012).

Oleh sebab itu, Pak Bi kerap mengingatkan saat pelaku usaha berencana menggunakan influencer untuk mempromosikan produk Brand mereka, maka pelaku usaha sebaiknya memastikan influencer mampu meningkatkan TRUST pada produk Brand tersebut. Selain itu, influencer tersebut harus memiliki ‘authority’ yang membuat pengikutnya percaya kepada mereka.

Bagi yang berminat menjadi influencer, pak Bi membagikan tips cara menciptakan ‘AUTHORITY’, yakni: temukan Value Anda (DNA dan Core Value), posting konten setiap hari, memposting 80% tentang apa yang anda ingin dipercaya, content yang mendisrupsi pesaing, menguasai ilmu copywriting yang High Call to Action dan konsisten

Bagi yang tertarik menggali  Value Personal (DNA dan Core Value) bisa belajar di workshop “Personal Branding” yang akan dilaksanakan 30-31 Agustus 2022

Silahkan daftar di biolink @subiakto atau hubungi pak Kasim di 085223944575.

Ini saatnya Indonesia “Membumbui Dunia dengan Brand Made in Indonesia

Kreasi Anak Bangsa, Cita rasa untuk Dunia

Cita Rasa Dunia … Indonesia

Silakan subcribe channel Youtube pak Subiakto di Subiakto.Official untuk mendapatkan inspirasi dan insight dalam membangun bisnis yang sustainable dan profitable.

Penulis: JF Sebayang