indonesiaspicingtheworld.com. Semakin paham esensi tentang branding, semakin kamu menyadari bahwa makna branding memang sudah berevolusi dari cuma sekedar identitas visual jadi hubungan emosional yang nyata antara brand dan konsumen. Fenomena ini mengantar kita akan definisi branding yang bersifat intersubjektif, yaitu pendekatan di mana brand seakan “alive” dan membangun hubungan melalui value, narasi, dan pengalaman yang relevan dengan audiens.
Yup, konsep ini makin penting di era digital, di mana interaksi antar manusia dan brand lebih mudah, intens, dan personal. Accenture dalam surveinya menemukan bahwa 91% konsumen lebih memilih brand yang mengenal mereka dan menawarkan rekomendasi yang relevan. Lalu sebenarnya apa sih makna intersubjektif ini dan kenapa penting banget?
Brand Lebih dari Sekedar Produk atau Logo
Intersubjektivitas berarti memandang brand sebagai entitas yang hidup dalam persepsi konsumen. Nggak lagi sekadar logo atau produk, tapi jadi “teman” atau “partner” yang memahami kebutuhan, tujuan, dan bahkan effort mereka. Menurut Simon Sinek, penulis dan tokoh branding populer, “People don’t buy what you do; they buy why you do it.” Konsumen saat ini mencari brand yang punya value lebih dalam. Mereka ingin memahami sisi “kenapa” di balik produk yang mereka gunakan. Brand global Nike, yang mengusung tema “Just Do It” nggak hanya menjual sepatu, tapi menginspirasi gaya hidup aktif yang penuh passion dan spirit of winning. Ini adalah contoh nyata bagaimana branding bisa membentuk pengalaman emosional yang dalam dan personal.
Interaksi Melalui Media Sosial dan Konten Autentik
Intersubjektivitas dalam branding juga berarti menghadirkan brand di platform yang dekat dengan konsumen. Media sosial jadi ruang utama untuk ini, karena memungkinkan interaksi real-time dan komunikasi dua arah. Studi HubSpot menunjukkan bahwa 79% konsumen lebih terhubung dengan brand yang responsif dan autentik di media sosial. Selain itu, konten yang jujur, seperti ulasan pengguna atau behind-the-scenes, meningkatkan persepsi positif dan menciptakan rasa kedekatan. “The brands that will thrive in the coming years are the ones that have a purpose beyond profit,” kata Marc Mathieu, mantan CMO Samsung. Branding yang intersubjektif membutuhkan pendekatan konten yang menampilkan sisi manusia dari brand, bukan cuma untuk promosi, tetapi untuk membangun cerita bersama audiens.
Intersubjektivitas dan Keterlibatan Konsumen
Branding yang intersubjektif melibatkan konsumen sebagai bagian dari identitas brand. Audiens saat ini ingin punya peran dalam perjalanan brand, seperti memberikan masukan untuk pengembangan produk atau menyuarakan pendapat tentang campaign yang sedang berjalan. Deloitte dalam risetnya menemukan bahwa 76% konsumen lebih loyal kepada brand yang membuka ruang bagi mereka untuk terlibat. Contohnya, brand kosmetik Glossier, yang secara konsisten melibatkan komunitasnya dalam proses kreatif dan pengembangan produk. Dengan begitu, mereka bukan cuma konsumen, tapi bagian dari komunitas dan cerita brand yang lebih besar.
Menggunakan Data untuk Mencapai Koneksi yang Lebih Dalam
Salah satu aspek penting dalam branding intersubjektif adalah penggunaan data yang bijak. Melalui data, brand dapat memahami perilaku konsumen dan memberikan pengalaman yang lebih personal dan relevan. Survei dari Salesforce menunjukkan bahwa 62% konsumen mengharapkan brand untuk menggunakan informasi yang mereka punya untuk menawarkan pengalaman yang disesuaikan. Dan, penting untuk tetap transparan dan menjaga privasi, sehingga konsumen merasa aman dan dihargai. “Personalization is the new loyalty,” kata Tom Goodwin, pakar digital marketing. Dalam branding yang intersubjektif, data bukan cuma alat bisnis, tetapi jembatan untuk membangun trust dan loyalty.
Branding sebagai Cerminan Value Bersama
Pada akhirnya, branding yang intersubjektif adalah tentang menciptakan pengalaman yang bermakna melalui nilai-nilai yang sama. Konsumen nggak hanya membeli produk, tapi juga ikut dalam perjalanan misi brand yang mereka dukung. Brand yang berhasil menginspirasi audiens melalui value bersama ini bakal lebih mudah mendapatkan loyalitas. Edelman Trust Barometer melaporkan bahwa 81% konsumen mengatakan bahwa mereka perlu percaya dengan suatu brand sebelum beli produk. Ini menunjukkan bahwa hubungan emosional dan intersubjektif lebih dari sekedar preferensi produk, tapi merupakan sebuah keputusan untuk jadi bagian dari something bigger.
Branding yang bersifat intersubjektif nyatanya adalah suatu keharusan, karena memungkinkan brand untuk terasa “alive”, diakui, dipercaya, dan terkoneksi dengan audiensnya. Dengan memahami value, cerita, dan koneksi emosional, brand bisa menciptakan hubungan yang kuat, autentik, dan sustain di era digital yang sarat akan perubahan dan pergeseran.
Psssttt.. ilmu-ilmu sakti branding lainnya bakal dibahas tuntas oleh Pak Bi @subiakto di Workshop Offline Eksklusif BBB 12-13 November ini! Dan setelah ikut workshop ini, kamu bisa punya akses istimewa ke Program Certified Brand Strategist (CBS) di Universitas Airlangga. Sudah siap menjangkau next level-mu?
Untuk insight lainnya seputar brand, follow Instagram dan Facebook @subiakto, kunjungi website subiakto.com, indonesiaspicingtheworld.com, dan rumahukm.com. Subscribe juga channel YouTube Pak Bi di Subiakto Official!
Penulis: Nungki Mayangwangi